Jangan Lagi Akses Facebook atau Friendster

on Jumat, 13 Maret 2009
Barusan saya dapet ilmu baru dari salah satu blogger kita. Yaitu ndorokakung. Ilmunya lumayan yahud.

Yaitu linkbaiting. Seperti yang dijelaskan ndorokakung dalam blognya tentang linkbaiting. Sebenarnya judul diatas hanyalah sekedar pemancing agar-agar anda-anda sekalian tertarik untuk membukannya...



Saya tidak menipu, melainkan hanya ingin membagi ilmu-ilmu kepada anda (blogger) dalam meningkatkan rating di dalam dunia jejaring yang luas ini. Mungkin salah satu atau beberapa ada yang merasa tertipu.

Sekali lagi saya jelaskan, saya hanya menerapkan ilmu, dan sekaligus membagi ilmu kepada anda-anda sekalian. Dan itu tidak melanggar peraturan yang sudah ada.
Dalam LinkBaiting, biasanya digunakan kata-kata yang bersifat menyerang dan semacamnya. Hal ini agar si calon pembaca akan tertarik untuk membuka tulisan ini dari judul yang ia baca sebelumnya.

Sekian dan terima kasih. Semoga bermanfaat.


NB : Sebaiknya jangan digunakan untuk kepentingan pribadi seperti pendongkrak AdSense dan program-program advertising lainnya

Baca Selengkapnya.

Kurangi Berat Badan Dengan Tidur Lebih Lama

on Selasa, 03 Maret 2009

Berita ini disadur dari kompas.com Rabu, 11 Februari 2009. So, here it goes.

Paling tidak sudah ada dua lusinan penelitian yang menunjukkan bahwa orang cenderung menambah berat badan jika tidur kurang. Sanjay Patel, M.D, dari Case Western Reserve University di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat, melakukan studi selama 16 tahun, melibatkan hampir 70.000 wanita. Sanjay dan timnya mendapati bahwa sekitar 30 persen wanita yang tidur lima jam atau kurang dalam semalam bobotnya cenderung naik menjadi 13,6 kg daripada yang tidur lebih lama. Bahkan, beberapa ahli meyakini bahwa kurang tidur adalah salah satu penyebab epidemi obesitas di negara tersebut. Menurut National Sleep Foundation, rata-rata wanita tidur 6 jam 40 menit setiap malam, jauh dari kebutuhan minimum selama 7,5 jam yang diperlukan wanita yang sehat.



Michael Breus, Ph.D, dan Steven Lamm, M.D, dari tim peneliti lain, juga melakukan percobaan terhadap tujuh perempuan dengan bobot tubuh bervariasi. Ketujuh perempuan ini diminta untuk tidur sedikitnya 7,5 jam tiap malam. Para perempuan ini juga diminta untuk tidak melakukan latihan fisik atau diet sama sekali. Hal ini untuk melihat apakah turunnya berat badan memang merupakan efek dari tidur yang cukup. Hasilnya, dalam 10 minggu, perempuan berusia 25-35 tahun tersebut kehilangan berat badan 2,7 kg hingga 6,8 kg. Satu orang responden, Natasha Crawford (33), mengalami kesulitan untuk mengatur jadwal tidur akibat kesibukannya. Namun di akhir program, lingkar pinggang, dada, dan pinggulnya total berkurang 6,3 cm.

Namun apa sebenarnya hubungan antara tidur dan berat badan?

Tidur mengurangi hormon yang mengontrol nafsu makan, ngidam, dan metabolisme lemak. Jika Anda perhatikan, Anda akan makan lebih banyak saat tubuh merasa lelah. “Ketika wanita kekurangan tidur, kadar ghrelin meningkat. Inilah hormon yang membuat Anda ingin makan terus," ujar Breus, Direktur Klinis dari Divisi Tidur di Southwest Spine & Sport, Scottsdale, Arizona, dan penulis Beauty Sleep. "Sebaliknya, kadar leptin menurun, yaitu hormon yang akan meminta Anda berhenti makan ketika Anda kenyang."

Ketika kurang tidur, Anda tidak hanya ingin makan lebih, tetapi juga makan junk food lebih banyak. Tubuh kita akan menuntut karbohidrat untuk menambah energi dengan cepat.

"Saat tidur pulas, otak memproduksi hormon pertumbuhan dalam jumlah besar, yang meminta tubuh Anda untuk memecah lemak untuk tenaga. Jika kurang tidur yang nyenyak, dan ketika kalori disimpan sebagai lemak, tidak ada cukup hormon pertumbuhan untuk memecahnya. Tubuh Anda akan mengambil jalan pintas, dan menyimpannya di bokong, paha, perut, atau tempat mana pun yang biasa Anda lihat," papar Breus.

Lisa Braverman (34), yang total berkurang 4 kg dan 6,3 cm dari lingkar dada, pinggang, dan pinggulnya, mengatakan, "Perubahan tubuh saya benar-benar mengejutkan karena saya sama sekali tidak mengubah apa pun kecuali kebiasaan tidur. Saya makan seperti biasanya, dan olahraga dalam waktu yang sama, malah mungkin kurang karena saya harus tidur lebih cepat sekarang."
Mungkin Anda pun mengalami kesulitan mengatur jadwal tidur, mengingat kesibukan Anda. Namun ini kuncinya: jika Anda menganggap pengurangan berat badan dan hidup lebih sehat ini penting bagi Anda, maka jadikan hal ini prioritas sekarang juga!

Oh, gitu ternyata yah. Pantesan aja, kok sepertinya berat badan gue nambah terus tiap harinya. Ternyata tidur gue kurang banyak yah. Agaknya penyakit insomnia gue harus segera dibuang jauh-jauh sesegera mungkin yah. Kalian juga tuh, 'let us do the best and god do the rest'*.


NB: *(gue lupa ngutip kalimat ini darimana, heheheee)
Baca Selengkapnya.

Post-Graduate Syndrome

on Senin, 02 Maret 2009
Tahun baru tiba. Harapan baru dan impian baru telah berada didalam angan – angan. Sementara kekhawatiran terhadap masalah – masalah yang diprediksi akan terjadi ditahun yang baru ini juga semakin besar. Pemutusan hubungan kerja besar – besaran yang diperkirakan akan dilakukan pada tahun ini semakin membuat para pekerja di perusahaan besar cemas. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya pencari kerja dan para fresh-graduate berlomba untuk mencari pekerjaan yang semakin hari dirasa semakin sempit. Umumnya para fresh-graduate ini masih idealis dan memimpikan untuk bekerja di bidang yang digelutinya saat mereka masih kuliah. Tentu saja dengan upah yang diharapkan. Atau setidaknya mereka bayangkan. Inilah yang dinamakan Post-Graduate Syndrome. Masa – masa dimana idealisme masih melekat dan semangat untuk mencari kerja masih tinggi tetapi setelah beberapa kali mendapati kenyataan, mereka menjadi putus asa dan akhirnya kerja seadanya. Sementara fakta – fakta dilapangan menunjukkan bahwa sedikit sekali perusahaan yang menerima lulusan baru. Embel – embel “pengalaman minimal sekian tahun” merupakan harga yang sering sekali mereka pasang disetiap iklan yang mereka berikan. Lalu, bagaimana solusi mengatasi masalah seperti ini ? tentu saja, kualitas. Bukan sekedar indeks yang mendekati puncak atau cum laude saja yang diandalkan. Kemampun untuk menyerap segala sesuatu yang diperkirakan akan sangat dibutuhkan didalam pekerjaan yang ditawarkan merupakan hal yang tidak bisa ditawar. Cum laude biasanya hanya berlaku saat perusahaan mendapati beberapa calon yang berkualitas melebihi lowongan yang mereka tawarkan. Maka tak jarang jika kebanyakan para fresh-graduate ini menemukan jalan buntu saat mendapati kenyataan mereka ditolak dibeberapa perusahaan yang mereka harapkan padahal indeks prestasi mereka tidaklah kecil. Masalah baru kembali timbul. Seperti apakah lulusan berkualitas itu ? hal ini yang terus membayangi para mahasiswa atau calon sarjana yang sudah menyadari dilema seperti diatas.



Tahun 2008 lalu, tercatat tidak kurang dari 700. 000 pelamar yang sekitar enam puluh persennya adalah sarjana. Sementara lowongan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah dan perusahaan swasta pada tahun yang sama hanya sekitar sepuluh persennya. Tentu hal ini membuat para pelamar semakin frustasi. Kenyataan yang semakin membuat kita bertanya – tanya. Bagaimana membuat kita menjadi seorang sarjana yang berkualitas tinggi.

Jika ditilik dari sejarah, maka sudah selayaknya kedisiplinan patut mendapat peringkat teratas dari standar kualitas yang harus dipenuhi. Ketidakdisiplinan, terutama masalah waktu acapkali membuat kita tidak sadar bahwa akar dari kualitas itu adalah disiplin. Sering kita temui dalam kehidupan sehari – hari, bahkan mungkin kita sering melakukannya tanpa disadari, kita telah melalaikan sifat ini. Menyepelekan atau meremehkan hal – hal kecil, dan menganggap ada hal yang lebih penting yang harus dilakukan, padahal sesuatu yang besar semuanya berawal dari hal yang kecil. Kita seringkali lupa memperhatikannya. Jika kita tidak mulai membudayakannya sejak awal, semakin sulit kita akan mendapatkannya. Budaya disiplin, terutama di indonesia kita tercinta ini memang sudah banyak diabaikan. Bukan hanya dalam segi pemerintahan saja, tetapi dalam segi kemasyarakatan juga. Sesuatu yang layak untuk mendapatkan predikat “sangat perlu diperhatikan” jika kita ingin menjadi masyarakat seperti di negara – negara maju seperti Jepang, Korea dan sebagainya.
Yang tidak kalah penting dari disiplin adalah budaya plagiat, atau yang lebih sering dikenal dengan “shortcut (jalan pintas)”. Asal jadi, kualitas sama, waktu singkat, untung banyak. Budaya ini yang sudah menggerogoti kreativitas kita, terutama kreativitas dari generasi muda. Kita sudah terbiasa dengan yang serba instan, jadi tidak terlalu dipusingkan dengan berpikir terlalu banyak. Kita sering mendengar bahwa kecerdasan seseorang itu diibaratkan seperti pisau yang jika tidak sering diasah, maka lama – lama akan menjadi tumpul. Tetapi kita sendiri tidak menyadari bahwa hal inilah yang sekarang terjadi di kehidupan kita. Terlalu banyak konsumsi barang dari luar, terlalu terbuai dengan kemajuan teknologi yang dikembangkan oleh negara luar, yang notabenenya lebih tinggi tingkatnya, lebih bagus kualitasnya, sehingga kita tinggal membeli dan membeli tanpa sadar bahwa sebenarnya kita hanya dijadikan sapi perahan dari negara lain itu sendiri. Kita mengembangkan teknologi sendiri, tetapi ujung – ujungnya itu merupakan teknologi yang sudah dipakai negara lain beberapa tahun yang lalu. Inilah akibat dari budaya konsumerisme yang tidak kita sadari dampaknya. Pembajakan dan korupsi yang terjadi di indonesia jika dilihat akarnya, merupakan hasil dari kemandulan kreativitas kita.

Terakhir, adalah budaya tahan banting. Budaya ini juga sudah tidak akrab lagi terdengar ditelinga kita. Kebanyakan dari kita jika sudah mencoba tiga sampai lima kali, maka sudah patah arang. Nglokro bahasa jawanya. Padahal kita juga sudah seringkali mendengar bahwa satu kesuksesan itu terdiri dari sembilan puluh sembilan kegagalan. Inilah yang menjadi masalah yang tak kalah pentingnya dari dua faktor diatas. Mampukah kita menerima kegagalan demi kegagalan yang kita terima dan belajar dari itu semua untuk meraih satu kesuksesan. Banyak kisah sukses dari beberapa pengusaha berpendapatan puluhan bahkan ratusan juta yang awalnya hanya dari buka toko kecil – kecilan. Jika kita cermati, kebanyakan dari mereka tidak terlahir dari keluarga mampu. Bahkan ada yang awalnya adalah anak panti asuhan. Tetapi kreativitas, disiplin serta keuletan mereka yang sangat tinggi menjadikan mereka sebagai orang – orang terpilih. Dan ini yang sangat jarang kita temui digenerasi saat ini.

Maka, sudah selayaknya kita berbenah diri, terutama calon – calon sarjana masa depan. Kita mulai dari sekarang. Sesuatu hal yang tadinya kita sepelekan, hendaknya kita berikan prioritas lebih, terutama pada tiga aspek diatas jika kita ingin menjadi sarjana dengan embel – embel “High Quality”, bukan hanya sekedar indeks prestasi tinggi tetapi tidak mempunyai mental bersaing. Jika kita mampu dan sudah terbiasa disiplin, kreatif, dan ulet atau tahan banting, maka tak perlu lagi takut dengan yang namanya Post-Graduate Syndrome yang menghantui calon sarjana sekarang ini. Tetapi itu semua hanya pilihan. Kembali lagi kepada diri kita masing – masing. Apakah kita akan merubah dan mendobrak tradisi bangsa kita seperti yang dulu pernah dilakukan pada generasi muda era Soekarno, Soetomo, dan yang lainnya, ataukah kita selamanya akan menjadi bangsa yang dipandang sebelah mata oleh bangsa diberbagai belahan dunia karena budaya telat, korupsi dan pembajakan yang sudah tertulis didalam catatan hitam mereka ? Anda yang menentukan.

Baca Selengkapnya.